Bila
contoh itu manusia biasa – seorang presiden sekalipun – kita telah
belajar dari sejarah yang panjang bahwa sebagai manusia biasa, tidak
sepenuhnya bisa dicontoh. Pemimpin-pemimpin besar negeri ini telah
menorehkan sejarahnya untuk menjadi contoh di jamannya masing-masing,
tetapi tentu tidak ada yang sempurna.
Demikian
pula harapan, rakyat perlu disadarkan bahwa mereka tidak bisa berharap
terlalu banyak apalagi sampai bergantung pada manusia. Kemakmuran dan
kesejahteraan kita tidak tergantung pada siapa pemimpin kita dan pada
apa yang mereka lakukan – meskipun mereka dalam kapasitasnya sebagai
yang diberi amanah untuk mengurusi rakyat yang sangat banyak ini – tentu
saja punya tanggung jawab terbesar untuk berbuat maksimal dalam
memakmurkan rakyatnya.
Skenario Allah pasti terjadi dengan atau tanpa peran pemimpin kita, demikian pula skenario Allah pasti terjadi baik
kita ikut berperan di dalamnya ataupun kita tidak ikut berperan. Ketika
kita diperintahkan oleh Allah untuk melakukan sesuatu seperti
memakmurkan bumi misalnya, bukan karena Allah membutuhkan kita untuk
memakmurkan bumi ini.
Tetapi
itu semata adalah kesempatan terbaik kita untuk menjadi tentaran Allah
dalam memujudkan kemakmuran yang memang sudah diskenariokanNya. Dengan
atau tanpa kita, bumi pasti makmur seperti yang dijanjikanNya – yang
tidak pasti adalah apakah kita terlibat di dalam memakmurkannya atau
malah sebaliknya – yang terlibat dalam merusaknya.
Ini sama dengan perintah berperang seperti dalam ayat berikut : “Jika
kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan
kamu tidak akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS 9:39)
Jika
kita tidak berbuat seperti yang diperintahkan untuk berbuat, misalnya
perintah untuk beriman dan bertakwa untuk dihadirkannya keberkahan dari
langit dan dari bumi (QS 7:96), atau perintah untuk beriman dan beramal
shaleh untuk dijadikannya kita memimpin dunia (QS 24:55), atau perintah
untuk mengikuti kitabNya agar dicukupkan rezeki dari bawah kaki dan dari
atas kita (QS 5:66) – maka bila ini semuapun tidak kita lakukan, bisa
jadi kita tetap makmur secara duniawi, dunia tetap ada yang memimpin
dan kita tetap bisa makan – hanya saja semuanya yang mengurusi orang
lain dan kita kehilangan kesempatan emas kita untuk berbuat seperti yang
diperintahkanNya atau dicontohkan oleh rasulNya.
Maka disinilah letak cita-cita kita yang seharusnya – kita bisa menjadi apa saja yang kita kehendaki, tetapi cita-cita kita harus benar, contoh kita harus benar dan jalan yang ditempuh juga harus benar.
Kita
sudah melihat begitu banyak contoh-contoh kegagalan umat ini. Kegagalan
dalam politik, dalam ekonomi, dalam budaya, pendidikan dan peradaban –
semuanya antara lain karena berangkat dari cita-cita dan contoh yang
salah.
Dalam
ekonomi syariah misalnya, teman-teman yang bergerak di bank, asuransi ,
pasar modal syariah dan lain sebagainya gagal mencapai market share yang berarti di tengah penduduk muslim yang 87 % negeri ini. Mengapa ?, ya karena contohnya salah.
Mereka
justru mencontoh bank, asuransi dan pasar modal yang seharusnya
digantikannya. Mereka mengikuti aturan main yang sama, skenario yang
sama bahkan juga produk-produk yang sama – bagaimana mungkin hasilnya
bisa berbeda ? Padahal karakter dari petunjuk kita itu adalah “…Al
Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS 2:185)
Sama dengan misalnya saya bercita-cita ingin menjadikan pertanian negeri ini makmur, para petaninya makmur sedemikian rupa sehingga mampu naik Lamborghini
– meskipun tentu mereka tidak perlu malakukannya – karena itu
pemborosan dan temannya setan !, dapatkah ini saya lakukan dengan
mencontoh pola pertanian yang ada selama ini ? pertanian yang membuat negeri ini tidak berdaya untuk memberi makan yang cukup pada penduduk yang membutuhkannya ?
Sunatullah
itu juga berlaku di dunia business modern yang nyata. Kita melihat
betapa besarnya Facebook misalnya, sampai anak muda yang menggagas
perusahaan ini layaknya pemimpin negara saja – yang dengan mudahnya
menemui pemimpin negara lainnya. Bisakah Mark Zuckerberg melakukannya
bila dia hanya mencontoh ide bisnis orang lain atau konsep business yang
sudah ada sebelumnya ?
Maka keywords
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara luar biasa itu memang harus
dengan cara yang tidak biasa – dengan cara yang berbeda. Dan berbeda itu
adalah ‘gen’ kita, ‘gen’ umat dan Agama ini ketika diturunkan di bumi Arab yang jahiliah saat itu.
Kini
ketika kejahiliahan modern bermanifestasi dalam berbagai bidang
kehidupan, datang dalam berbagai bentuk perwujudannya – maka sekali lagi
perlu hadir cita-cita besar dari umat ini, dari anak-anak kita yang
masih kecil sampai kita yang sudah kawakan bergelut di bidang kita
masing-asing – untuk kembali memimpin dunia dengan cara yang berbeda
dengan bagaimana dunia dipimpin saat ini.
Kita semua insyaAllah bisa berperan dalam bidang kita masing-masing – we can be whatever we want to be – tetapi bukan dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai cita-cita kita itu dan bukan meniru orang lain selain uswatun hasanah kita. Kita menempuhnya hanya dengan petunjuk dan penjelasanNya, dengan pembeda yang juga telah digariskanNya. InsyaAllah.
Sumber : http://geraidinar.com/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/1496-we-can-be-whatever-we-want-to-be