Menurutnya kelaparan adalah produk dari rendahnya atau ketiadaan daya beli. Ilustrasi
disamping menjelaskan hal ini. Mayoritas keluarga bekerja dan dibayar
dengan gaji atau upah atas kerjanya. Dari waktu ke waktu upah berubah
demikian pula dengan harga-harga barang khususnya makanan.
Bila pergerakan perubahan harga makanan
lebih tinggi dari pergerakan upah, maka lama kelamaan upah kebanyakan
pekerja tidak lagi cukup untuk membayar makanan yang dibutuhkan para
pekerja tersebut beserta keluarganya. Saat itulah kelaparan terjadi,
meskipun tidak ada masalah di tingkat produksi bahan pangan sekalipun.
Teori ini dapat untuk menjelaskan mengapa sekitar 1 milyar orang di dunia -
atau sekitar 14 % dari 7 milyar penduduk dunia saat ini dalam kondisi
kelaparan, meskipun produksi pangan dunia saat ini cukup untuk
menghidupi dua kali penduduk bumi. Lihat data FAO dlsb. yang saya
sajikan di tulisan tanggal 26 Maret 2013 lalu.
Karena
kelaparan lebih disebabkan oleh masalah distribusi atau daya beli
ketimbang produksi, maka solusi yang sangat efektif dalam mengatasi
kelaparan adalah dengan mengangkat daya beli ini. Daya beli masyarakat
bisa diangkat manakala tersedia pekerjaan cukup di masyarakat.
Bukan
hanya masalah pekerjaan cukup, upah pekerja juga harus cukup untuk
membeli kebutuhan pokok khususnya makanan. Tetapi perusahaan-perusahaan
tidak akan bisa menjaga gaji yang cukup bagi para pekerjanya , bila
perusahaan tidak tumbuh sementara kebutuhan pekerja tumbuh – jadi
perusahaan-perusahaan juga harus bisa tumbuh berkelanjutan agar bisa
terus memberi gaji yang cukup juga secara berkelanjutan bagi para
pekerjanya.
Dengan
pemetaan seperti ini mestinya para pekerja dan para pemberi kerja
(perusahaan) adalah ibarat dua orang yang berada pada satu perahu karet.
Keduanya harus mendayung kearah yang sama agar keduanya bisa selamat,
keduanya mesti bekerja sama fokus menjaga agar perusahaan bisa tumbuh
berkelanjutan sehingga mampu menjaga tingkat upah yang cukup untuk
menjaga daya beli para pekerjanya.
Secara
nasional, seluruh pihak juga harus fokus meningkatkan produksi atau
pertumbuhan ekonomi, agar tersedia pekerjaan yang cukup dan dengan
tingkat penghasilan para pekerja yang juga cukup.
Karena produk nasional atau yang disebut GDP itu adalah GDP = C (belanja konsumen) + I (investasi)+ G(belanja pemerintah)+ X (Ekspor) – I (impor) ; kita bisa melihat bahwa konsumsi barang-barang impor akan menurunkan GDP kita.
Teori dan penalaran yang nampaknya sederhana ini, sesungguhnya bisa membawa perubahan besar pada upaya-upaya pencegahan kelaparan dunia. Bahwa produksi pangan dunia bukan hanya harus dijaga kecukupannya, tetapi juga semaksimal mungkin diproduksi sendiri oleh masyarakat setempat. Kegiatan produksi yang seperti ini menghasilkan dua hal sekaligus yaitu produksi pangannya sendiri dan produksi daya beli masyarakat yang membutuhkannya - masyarakat yang memiliki pekerjaan adalah masyarakat yang memiliki daya beli.
Dari
ilustrasi dan formula tersebut di atas, mestinya kita bisa sangat fokus
kini untuk mencegah kelaparan di negeri ini. Kita harus mengurangi
produk-produk impor khususnya yang bisa kita produksi di dalam negeri.
Kita harus fokus pada peningkatan produksi dalam negeri agar pekerjaan
kita atau daya beli kita terjaga. Agar bahan pangan tetap terus
terjangkau oleh rakyat negeri yang subur hijau royo-royo ini, agar ayam
tidak mati di lumbung padi….!
Oleh : Muhaimin Iqbal
sumber :http://www.geraidinar.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/86-gd-articles/ekonomi-makro/1222-agar-ayam-tidak-mati-di-lumbung-padi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar