Jumat, 29 Juli 2011

Nikmat Allah nan Indah

di tulis oleh sahabat saya..
Lagi- lagi masalah itu menghampiriku. Ingin rasanya aku menangis, tapi aku tak sanggup melakukannya. Aku tak mau merusak suasana hangat yang tercipta di Keluarga kecilku ini. “Nak, tampaknya engkau mengantuk, tidurlah dulu Nak, masih ada waktu 3 jam sebelum waktu shubuh.” Lantunan suara indah dari ibu membuatku terpaksa menahan tangis dan bermain peran seolah- olah aku memang menjadi seseorang yang mengantuk. Itu semua terpaksa aku lakukan karena aku tak mau ibu terbebani jika ia mengetahui masalah yang sebenarnya kualami.
Akhirnya aku pun memutuskan untuk masuk ke kamar setelah meminta maaf terlebih dahulu pada ibu dan ketiga adikku karena aku tak bisa menunaikan janji kami untuk tidak memejamkan mata sehabis shalat tahajud hingga Adzan Shubuh pertanda aktivitas akan dimulai dikumandangkan . Namun setibanya di kamar bukannya hasrat untuk tidur yang tiba, justru bayang- bayang besar masalah itu yang kembali menggangguku.
Kucoba alihkan pikiranku dan tak lupa aku segera menyimpan benda kecil berhargaku di tempat rahasia ku agar tak ada yang tahu perihal masalah- masalah yang menganggu hidupku kini, termasuk ibu dan ketiga adikku. Kudengar suara merdu dari ibu dan ketiga adikku yang melanjutkan membaca ayat demi ayat pada kitab suci Al- Qur’an. Sebenarnya aku ingin sekali bersama mereka tapi aku tak mau mereka curiga jika melihat diriku menangis seketika. Aku memang tak ingin tidur hingga akhirnya diriku berbaring dan mendengarkan secara seksama bacaan dari keluarga kecilku itu. “Maafkan aku ibu.” Itulah kata yang ingin kuucapkan pada ibu. Karena malam ini aku telah membohonginya dengan pura- pura mengantuk. Tapi mau bagaimana lagi jika hal ini tak kulakukan , Ibu pasti akan curiga padaku dan terus menginterogasiku hingga terkuaklah segala masalah yang kualami.
Tiga jam aku berbaring di tempat tidur. Memejamkan mata namun pikiranku melanglang buana. Walau benda kecil itu telah kusimpan masalah itu tetap menghantuiku. Berulang kali kuucap Istigfar hingga waktu shubuh pun tiba.
Ku bangun dari tempat tidur lalu bersiap- siap untuk shalat shubuh di masjid. Ibuku menyampaikan bahwa ketiga adikku telah pergi ke masjid lebih dahulu dibandingku. Aku pun segera menyusul mereka. Di tengah perjalanan ku berjumpa dengan Adit, teman kuliahku.
“Assalamu’alaikum, Azra kamu ikut kompetisisi mahasiswa berprestasi kan? Pendaftaran terakhirnya itu hari Rabu depan ya? ”
“ Soal itu aku belum tahu pasti, Adit. Masih lihat kondisi dan situasi. Iya, pendaftarannya memang rabu depan. Kamu sendiri bagaimana? Ikut kan?”
“Jangan begitu Adit, kamu harus ikut. Sayang sekali kalau mahasiswa berbakat sepertimu tidak ikut. Karena aku yakin kalau kamu ikut pasti kamu akan lolos hingga tingkat internasional. Kalau aku Insya Allah ikut. Aku sudah didaftarkan oleh saudaraku yang kebetulan kerja di dekat hotel Jayabala tempat pendaftaran. ”
Aku hanya tersenyum menanggapi pujian dari Adit. Rupanya tak terasa kami telah sampai di depan masjid. Aku dan Adit segera masuk dan mengisi shaf yang kosong. Iqamat dikumandangkan, aku berdiri dan mendirikan shalat mengikuti gerakan imam.
Usai shalat aku memanjatkan doa dan harapku. Saat ku tutup doaku dengan shalawat. Kulihat ketiga adikku telah duduk mengelilingiku dan mengajakku untuk pulang bersama. Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Aku masih teringat dengan omongan Adit tadi. Untung saja ketiga adikku tak mengajakku bicara seperti biasanya.
Sesampainya di rumah, aku bersiap- siap untuk kuliah dan tak lupa kumasukkan barang yang kuanggap amat berharga bagi hidupku ke dalam tas. Sementara ketiga adikku menyiapkan diri untuk sekolah. Setelah persiapan usai kami sarapan bersama lalu berpamitan dengan ibu dan berangkat ke tujuan kami masing- masing. Arah kampusku berbeda dengan sekolah ketiga adikku. Sehingga otomatis aku berjalan sendirian ke kampusku.
Lagi-lagi kulihat spanduk yang terpajang di depan kampusku. Spanduk himbauan tuk mengikuti ajang kompetisi mahasiswa berprestasi yang hadiahnya beasiswa ke luar negeri. Rasanya ingin aku menangis. Jiwaku berteriak menyuarakan hasratku yang kuat untuk mengikuti lomba itu tapi apa daya aku tak punya uang untuk membayar biaya pendaftaran yang cukup besar. Karena kompetisi kali ini biaya pendaftarannya ditanggung oleh peserta tak lagi ditanggung oleh universitas seperti biasanya. Ku menghela nafas dan bergegas untuk melangkahkan kaki ke ruang kuliahku.
Ketika berjalan menuju ruang tempat perkuliahanku. Ku lihat Adit yang sedang duduk di kursi taman yang ada di gedung fakultasku. Ia tampak sibuk dengan laptopnya. Hal ini memang konsekuensi keikutsertaannya dalam kompetisi mahasiswa berprestasi yang harus membuat presentasi tentang makalah dari penelitian yang ia buat. Pemandangan itu yang membuatku menepis segala kesedihanku. Aku sadar memang kompetisi itu tak mungkin aku ikuti.Aku mungkin bisa memaksakan ikut dengan meminjam uang untuk digunakan sebagai biaya pendaftaran tetapi aku tak bisa bekerja maksimal. Aku tak punya laptop bahkan komputer yang amat diperlukan untuk membuat segala keperluan untuk kompetisi itu. Memang di sekitar universitasku banyak tersebar rental komputer. Lagi- lagi aku juga harus menyadari bahwa aku tak sekedar menyandang predikat sebagai mahasiswa seperti teman- temanku yang lain karena aku juga bekerja sampingan pada sebuah perusahaan sebagai supir angkutan pengangkat barang demi membantu ibuku dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari serta biaya pendidikan aku dan ketiga adikku.
Aku telah mengikhlaskan kesempatan itu. Kuharap Adit, bisa menang. Aku tahu walau ia anak seorang pengusaha terkaya di kotaku. Ia tetap dididik sebagai anak yang rendah hati dan gigih. Itulah yang menyebabkanku tak sedikitpun menyimpan rasa iri padanya.
Kuhentikan semua pikirku mengenai kompetisi itu. Aku fokuskan diriku untuk menyimak mata kuliah yang disampaikan dosenku. Tiga jam berlalu selesailah segala aktivitasku di kampus. Namun ini tak berarti aku dapat langsung pulang. Aku harus segera berangkat ke tempat kerjaku. Lelah memang yang kurasa tapi ketika aku mengingat amanah yang disampaikan ayah sebelum meninggal, semangat memenuhijiwaku dan membakar kelelahan yang menyelimuti ku.
Pada hari Kamis ini aku ditugaskan untuk mengantarkan barang pada kantor penerbitan majalah terkemuka di Indonesia. Dengan penuh rasa tanggung jawab aku menunaikan tugas ini. Namun di tengah perjalanan aku melihat seorang laki- laki terkapar di jalan dan berlumuran darah. Sepertinya ia korban tabrak lari. Tanpa berpikir panjang aku segera membawanya ke rumah sakit.
Setelah usai mengurus segala administrasi untuk korban tabrak lari itu di rumah sakit aku sadar bahwa telah dua jam berlalu. Itu artinya aku telah lambat menunaikan tugasku selama itu pula. Aku bermaksud segera melanjutkan tugasku karena ku pikir bapak yang merupakan korban tabrak lari itu akan segera dihubungi keluarganya oleh pihak rumah sakit. Saat aku melangkahkan kaki menuju pintu keluar seorang suster berusaha mencegah kepergianku. Kuhampiri dia dan mencoba menanyakan penyebab ia menghentikan kepergianku. Rupanya Bapak yang tadi kutolong telah sadar ia meminta suster untuk memanggilkan orang yang telah menolongnya karena ia ingin mengucapkan rasa terima kasih. Tak sanggup aku menolak permintaan bapak itu . Akhirnya aku mengikuti suster ke kamar perawatan bapak itu walaupun aku tahu nantinya aku akan dapat teguran hebat dari bosku.

MAKNA SEBUAH KEJUJURAN

Kehidupan adalah rahasia kekuasaan Tuhan, terkadang bahagia dan terkadang menderita, ada tangisan air mata dan sebentar kemudian gema gelak tawa menutupinya, ada keindahan ada juga kesuraman, hendaknya semua itu kita sadari dengan segala kerendahan hati.
Jika kejujuran kita membuat resah hati seseorang, jika keterusterangan kita mengganggu tidur malam seseorang, jika apa yang keluar dari suara hati ini menjadikan diri orang lain tersakiti. Maka mohonlah maaf pafanya, atas ketidakkuasaan hati untuk memendam perasaan.
Kejujuran memang berat, dan terkadang kita dibuat tidak berdaya dan serba salah dengan kejujuran itu sendiri. Antara ya dan tidak, antara suka dan benci, antara menerima dan menolak, antara mengakui dan menutupi, sulit memang untuk bisa mengatakan “tidak” tanpa harus menyakiti kesucian hati. Kalau penulis sendiri ditanya seperti itu, sementara hati ini belum berpikir ke situ, penulis pun akan.
Terkadang penulis sendiri juga bingung, apakah juga dikatakan kejujuran meski menyakiti perasaan, kalau perasaan orang sedih karena kejujuran penulis, sementara itu merupakan hal yang benar yang telah penulis lakukan, mengapa orang itu tidak membuat penulis sedih karena kejujurannya? Dan jika merupakan kesalahan, mengapa engkau malah berbohong untuk kesedihanku? Bukankah itu lebih menyakitkan. Kalau engkau tidak mencintaiku mengapa harus berkata sayang, kalau engkau menyayangiku mengapa dirimu melupakanku, dan saat aku belajar untuk melupakanmu justru dirimu malah datang mengingatkan.
Kekasih, apa sebenarnya yang ingin engkau lakukan terhadapku? Kalau engkau mau bermain, mengapa harus perasaan yang jadi korban? Kalau engkau mau berteman, mengapa begitu mesra dengan apa yang terucapkan? Kalau engkau ingin bercanda dan tertawa, mengapa hati selalu kau bawa serta? Kalau engkau ingin bersahabat, mengapa dirimu begitu berhasrat hanya sekedar untuk curhat?. Kalau dirimu merasa kasihan padaku, maka berilah apa yang aku butuhkan bukan malah kebohongan. Kalau dirimu tidak tega, maka bantulah aku semampu dirimu bisa, bukan malah menyiksa dengan kemesraan ungkapan kata-kata.
Yang terjadi biarlah terjadi, Karena, hanya itu yang sanggup kuucapkan sebagai wujud kepasrahan akan kehendak yang telah Dia berikan, sebagai wujud rasa syukur Karena, aku sanggup berkata jujur kepadamu. Ketahuilah, apapun yang telah engkau katakan kepadaku, aku menerimanya dengan segala kerendahan hati, Karena, aku sendiri sadar dengan segala kekurangan dan kekhilafan ini. Tak ada marah dalam hati, tak ada kesal membakar jiwa, tak ada dendam menghasut sukma, dan tak ada putus asa menindih cita. Aku hanya memohon semoga diri ini senantiasa bisa jujur kepadamu, berterus terang dengan perasaan yang kualami, dan berkata apa adanya tentang diriku dihadapanmu. Hanya itu yang sementara ini aku ingini, belajar untuk bisa melakukan kejujuran.

Rabu, 27 Juli 2011

Inilah Mekanisme Pembelian Tiket Timnas Indonesia

di kutip dari yahoo..
INILAH.COM, Jakarta - Bagi Anda yang ingin menyaksikan timnas Indonesia berlaga menghadapi Turkmenistan sudah dapat membeli tiket mulai besok, Selasa (26/7/2011) WIB.
Timnas Merah Putih akan berlaga menghadapi Turkmennistan di laga leg kedua Kualifikasi pra-Piala Dunia pada 28 Juli mendatang.
Terhitung Selasa (26/7/2011) WIB, PSSI akan mulai menjual tiket pertandingan tersebut. Anda bisa mulai membelinya besok dari pukul 10.00-17.00 WIB di Stadion Gelora Bung Karno pintu III, pintu IV, pintu, VI, pintu VII.
Bagi Anda yang tak ingin mengantre sambil berpanas-panasan, Anda dapat membelinya secara online di www.rajakarcis.com beserta jaringannya.
Loket pemesanan dan penukaran tiket Raja Karcis secara offline adalah sebagai berikut:
  • Rajakarcis Pusat (Manggarai) Jl. Dr. Suhardjo No. 2
  • Restorab Pronto Pondok Indah Mall I Lt.3
  • Sports Mall Kelapa Gading
  • Ibu Dibyo, Cikini Raya (Belakang Texas Chicken)
  • Prambors Concept Store, Jl Aditya Warman
  • Ticket Station, Business Park Blok B-17, Jl. Meruya Hilir, Kenon Jeruk.
"Waktu pelayanan Raja Karcis sama dengan waktu untuk loket di GBK (Gelora Bung Karno)," kata Asep Saputra, Media Officer Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, di kantor PSSI, Senin, 25 Juli 2011.
"Pada saat memesan tiket, calon pembeli harus membawa identitas diri serta satu lembar copiannya. Satu orang hanya bisa maksimal memesan lima tiket," kata Asep.
Asep juga menmbahkan bahwa Penukaran tiket akan dilayani pada hari pertandingan, mulai pukul 09.00 - 13.00 di tempat yang sama dengan pemesanan.
Bagi Anda yang tidak sempat membeli tiket di hari yang ditentukan, maka Anda juga bisa membelinya di hari pertandingan pada pukul 11.00-19.00 WI. Lokasi tempat pembelian tiket di hari-H adalah di Plaza Utara dan Plaza Timur.
Inilah Jumlah dan Harga Tiket Pertandingan Indonesia Melawan Turkmenistan:
Kategori VVIP             Rp. 500.000     200 lembar
Kategori VIP Barat      Rp. 250.000     1600 lembar
Kategori VIP Timur      Rp150.000       1.750 lembar
Kategori I                     Rp. 100.000     8.950 lembar
Kategori II                   Rp. 50.000       7000 lembar
Kategori III                  Rp. 30.000 1    2.500 lembar

Senin, 25 Juli 2011

kumpulan link

http://www.gunadarma.ac.id
http://www.baak.gunadarma.ac.id/
http://sap.gunadarma.ac.id/
http://ugpedia.gunadarma.ac.id/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/
http://community.gunadarma.ac.id/
http://seminar.gunadarma.ac.id/

ARTI MAHASISWA

oleh Faris Basysyar Saputra kakak saya pada 20 Mei 2010 jam 19:05
Mahasiswa adalah kata kata yang tidak asing terdengar di telinga kita. Mahasiswa adalah orang yang melanjutkan pendidikan ke suatu perguruan tinggi. Mahasisawa selalu memiliki suatu hal lebih di mata masyarakat. Mahasiswa adalah sosok muda yang tidak dapat dianggap sebelah mata di lingkungan masyarakat. Tapi apa yang terjadi dengan mahasiswa di zaman ini? Apakah ini yang disebut mahasiswa? Hanya mementingkan kesuksesan dirinya sendiri tanpa mau memperhatikan keadaan di sekitarnya, cuek dengan saudara-saudaranya yang sedang membutuhkan pertolongan, meraka seperti pura-pura tidak mengetahuinya dan acuh begitu saja. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah belajar, cepat lulus, dan mendapatkan kesusksesan hanya untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan lingkunagn sekitarnya. Apakah itu yang disebut mahasiswa? Sungguh ironis.
Ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang arti “mahasiswa”. Dari segi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19 menyatakan bahwasanya “ mahasiswa ” itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Sedangkan ada pendapat lain secara harfiyah menurut Bobbi de porter, “ mahasiswa ” terdiri dari dua kata, yaitu ” Maha ” yang berarti tinggi dan ” Siswa ” yang berarti subyek pembelajar, menurut dari segi bahasa “ mahasiswa ” diartikan sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/ universitas.
Tetapi “mahasiswa” tidak hanya sebatas itu, jika kita hanya berfikir mahasiswa hanya sebagai subyek study, sungguh sangatlah sempit. Sesungguhnya mahasiswa dituntut bukan hanya belajar dan mendengarkan ceramah dosen saja tetapi mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang ikon-ikon pembaharu dan pelopor-pelopor perjuangan yang respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan bangsa. Mengemban tugas memperjuangkan kepentingan rakyat dan sebagai pelopor perubahan kearah perbaikan suatu bangsa.
Oleh karena itulah mahasiswa semestinya menyadari sebagai pemuda penerus bangsa mampu bertanggung jawab dan memegang teguh amanah yang memang seharusnya mereka jalankan sebagai pembela kepentingan rakyat, harapan bangsa, dan sadar akan eksistensi kemahasiswaannya itu. Belajar tidak hanya sebatas mengejar gelar akademis, mempunyai indeks prestasi tinggi, dan lulus dengan cumlaud. Lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama masyarakat dan pemerintah untuk meciptakan dan membangun bangsa ini menjadi bangsa yang beradab, sejahtera, adil dan makmur, serta mampu menjaga harga diri bangsa di mata internasional

Assalammualaikum.. Wr. Wb

Semoga bermanfaat dan dapat di manfaatkan dengan baik...
Semoga Allah SWT selalu melindungi setiap langkah kita khususnya saya pribadi..
Amin..