Laporan
singkat – hanya 28 halaman ini mestinya menjadi rujukan para pengambil
keputusan di negeri ini juga. Meskipun mereka para ahli di bidangnya,
harus diakui mereka juga sering keliru dalam memperkirakan suatu
kejadian resiko. Tetapi juga tidak kalah sering munculnya kejadian yang
sangat mirip dengan risk modeling mereka.
Ketika
akhir 90-an mereka mengingatkan dunia tentang resiko Genetically
Modified Organism (GMO) misalnya, resiko tersebut kini bener-bener
menghantui dunia pangan. Demikian pula dengan risk modeling di resko
gempa bumi, banjir, perubahan iklim dlsb. banyak yang kemudian terbukti
sangat dekat dengan kejadian yang sesungguhnya di kemudian hari.
Nah ringkasan dari laporan yang saya sebutkan di atas, tersaji dalam gambar dibawah.
Harga
beras tidak ujug-ujug naik, sejumlah kejadian global saling
mempengaruhi satu sama lain. Dampak dari serangkaian kejadian ini harga
gandum, jagung dan kedelai diperkirakan bisa naik empat kalinya. Setelah
itu baru harga beras yang akan terpukul paling parah – yaitu naik
sampai 5 kalinya atau 500 % !
Mengapa
ini bisa terjadi ? Kita tahu dua negara berpenduduk paling banyak di
dunia yaitu China (1.39 milyar jiwa) dan India (1.26 milyar jiwa)
keduanya adalah bangsa pemakan beras. Ketika produksi beras dunia turun
sedikit saja – dalam skenario turun 7 % - ditengah jumlah penduduk dunia
yang terus bertambah, maka dunia akan berebut beras secara luar biasa.
Saat itulah harga beras akan meroket hingga bisa lebih dari 500 %.
Worst case scenario
semacam ini tentu bukan bermaksud menakut-nakuti kita, tetapi
sebaliknya justru agar kita lebih siap dalam mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan terburuk semacam ini. Lantas apa yang bisa kita
lakukan ?
Meskipun
masih terus makan beras, ada baiknya kita mulai membiasakan jenis-jenis
makanan lain yang utamanya tidak menjadi objek perebutan dunia seperti
beras tersebut. Atau kalau toh kita masih sangat suka makan beras dan
belum mau makan makanan lainnya, negeri ini harus bener-bener berupaya
maksimal untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebab kalau kita harus
impor, sangat bisa jadi kita akan kalah berebut dengan China dan India
tersebut di atas – ketika ada gangguan produksi beras dalam skala
global.
Sumber makanan lain seperti kurma, sukun (bread fruit) dan pisang menurut saya bisa menjadi kuda hitam dalam penyediaaan bahan pangan alternatif, bila bahan makanan dunia terganggu supply -nya.
Untuk
kurma jelas karena ada di hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa
rumah yang ada kurmanya tidak akan kelaparan, insyaAllah kurma bisa
menjadi strategi yang jitu untuk mencegah kelaparan dunia.
Sukun
dan pisang selain mudah ditanam di negeri ini di tanah tegalan
sekalipun, keduanya bisa menjadi sumber tepung yang kaya gizi. Kalau
sudah menjadi tepung, selain awet disimpan juga bisa menjadi produk
olahan makanan apa saja.
Selain
dampaknya terhadap penyediaan bahan pangan alternatif, kurma, sukun dan
pisang adalah jenis tanaman-tanaman yang membantu mengelola air secara
efektif , menurunkan suhu udara lingkungannya serta memperbaiki kwalitas
udara.
Lagi-lagi
ini seperti sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlewati. Sambil
kita mengantisipasi gejolak harga bahan pangan dunia – kita juga menjaga
kebutuhan dasar lainnya yaitu air dan udara. InsyaAllah.
Sumber : http://geraidinar.com/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/1609-sebelum-harga-beras-naik-500
Tidak ada komentar:
Posting Komentar